Demam Berdarah Dengue atau DBD merupakan salah satu jenis penyakit yang kerap terjadi di kala musim hujan akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Biasanya, salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah penyebarannya adalah dengan penyemprotan atau fogging.
Fogging atau pengasapan dilakukan sebagai salah metode pengendalian faktor penyebab penyakit DBD, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Biasanya kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan mesin yang dapat mengeluarkan asap berisi insektisida. Insektisida inilah yang kemudian akan bekerja membunuh nyamuk dewasa penyebab menyebarnya penyakit DBD. Biasanya, insektisida yang digunakan ada beberapa jenis, meliputi malathion, cypermetrin, alfacypermetrin, pirimiphos-methyl, temephos, dan pyriproxyfen.
Perlu Anda ketahui bahwa fogging dipercaya efektif sebagai upaya penanggulangan saat terjadi kasus kejadian luar biasa (KLB) atau wabah penyakit DBD di suatu daerah, yakni ketika populasi nyamuk dewasa sedang tinggi. Fogging dengan cepat menurunkan populasi nyamuk.
Meski demikian, untuk memenuhi target, fogging harus dilakukan sesuai aturan. Bahkan, di Jakarta sudah ada aturannya dalam Perda nomor 6/2007 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Fogging hanya dapat dilakukan setelah adanya koordinasi dengan pihak kelurahan, kecamatan, hingga puskesmas. Dan agar aman, sebaiknya kegiatan ini dilakukan saat nyamuk Aedes aegypti beraktivitas, yaitu sekitar pukul 08.00-11.00 WIB dan pukul 14.00-17.00 WIB.
Biasanya, fogging dilakukan mencakup area yang berjarak radius 200 meter dari lokasi yang terindikasi terdapat wabah. Selain itu, kegiatan ini juga baru dapat dilakukan setelah datang laporan kasus penderita DBD di suatu daerah.
Sayangnya, pemberantasan nyamuk dewasa yang dilakukan lewat fogging ini tidak cukup efektif dilakukan sebagai upaya pencegahan DBD secara keseluruhan. Karena nyamuk tetap menyisakan telur dan jentik atau larva.
Ada pemahaman fogging juga tidak dianjurkan untuk dilakukan secara rutin karena dapat menyebabkan nyamuk menjadi resisten terhadap insektisida, sehingga pengasapan yang dilakukan akhirnya sia-sia. Akan tetapi yang bisa menyebabkan nyamuk menjadi resisten terhadap insektisida itu bukan karena rutin dilakukannya thermal fogging akan tetapi dikarenakan penggunaan atau cara dilusi insektisida saat melakukan fogging yang tidak sesuai aturan yang direkomendasikan oleh produsen insektisida tersebut. Seharusnya adanya roling golongan chemical / insektisida saat melakukan thermal fogging per 6 bulan sekali disetiap area. Oleh sebab itu yang boleh melakukan thermal fogging adalah orang yang terlatih atau sudah tersertifikasi oleh dinas terkait agar perlakuan lebih tepat sasaran dan aman untuk lingkungan.
Metode Thermal fogging juga harus disertai dengan upaya pencegahan penyakit DBD lainnya agar rantai penyebaran demam berdarah benar-benar terhenti. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan aktivitas 3M Plus.
Ada Kebutuhan Penanganan Hama Segera hubungi "PROPESTINDO"
"Profesional Pest Control Indonesia"
082115208851
Comments